}

Senin, 25 Juni 2012

Keunikan Budaya Bayung Gede


SETRA ARI-ARI DESA BAYUNG GEDE
ANIS KURNIAWATI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR


 
BAB I
PENDAHULUAN

Kabupaten Bangli kaya dengan desa-desa kuno. Selain Penglipuran yang terletak di Kecamatan Bangli, masih banyak desa-desa kuno lainnya yang sarat dengan keunikan-keunikan. Desa-desa yang umumnya penganut kebudayaan Bali Aga atau Bali Mula itu cukup banyak tersebar di daerah Kintamani. Di sekitar daerah yang berhawa sejuk itu pula ditemukan banyak tinggalan-tinggalan kuno yang memberikan gambaran kehidupan masyarakat Bali di masa silam. Ada dugaan, daerah Kintamani dulu pernah menjadi pusat kerajaan Bali Kuno. Salah satu Desa Kuno yang cukup penting di kawasan Kintamani yakni Bayung Gede.

Desa Bayung Gede merupakan desa tua di Bali, desa ini berhawa sejuk karena berada di ketinggian sekitar 800-900 meter diatas permukaan laut. Dengan iklim tersebut, pertanian lahan kering merupakan andalan warga desa ini,desa ini dikembangkan menjadi proyek percontohan pariwisata sejak tahun 2010. Bentuk rumah yang sama dalam satu desa menjadikan desa ini memiliki ciri khas tersendiri berbeda dengan desa lainnya di Kabupaten Bangli. Desa ini terletak sekitar 55 kilometer timur laut Denpasar serta sekitar 35 kilometer utara Bangli. Bayung Gede terdiri dari satu desa dinas, satu desa pakraman, satu banjar dinas dan satu banjar pakraman. Desa ini dibatasi oleh Desa Batur di sebelah utara, Desa Sekardadi di sebelah timur, Bonyoh dan Sekaan di sebelah selatan serta Desa Belacan di sebelah barat.
Di desa ini warga yang baru saja menikah dilarang memasuki pekarangan dan tidak dianggap sebagai warga Desa Bayung Gede sebelum membayar tumbakan (sejenis maskawin) yang diserahkan kepada Desa dengan dalam bentuk dua ekor sapi, serta menjalani tapa brata (puasa). Pasangan suami-istri pengantin baru itu wajib melakukan prosesi yang disebut "penyekeban" (pematangan) tinggal di sebuah gubuk kecil di ujung desa. Di desa ini warga yang baru saja menikah dilarang memasuki pekarangan dan tidak dianggap sebagai warga Desa Bayung Gede sebelum membayar tumbakan (sejenis maskawin) yang diserahkan kepada Desa dengan dalam bentuk dua ekor sapi, serta menjalani tapa brata (puasa). Pasangan suami-istri pengantin baru itu wajib melakukan prosesi yang disebut "penyekeban" (pematangan) tinggal di sebuah gubuk kecil di ujung desa. Kemudian tradisi unik lainnya terletak pada pada prosesi penguburanmayat laki-laki yang berbeda dengan mayatperempuan, mayat perempuan dikubur dalam posisi tengadah karena perempuan dilambangkan sebagai bumi yangmana dalam penguburannya harus menghadap ke langit, sedangkan mayat lelaki-laki dikubur telungkup melambangkan angkasa sehingga dalam penguburannya mesti menghadap ke bumi. Belum diketahui secara pasti mengenai asal usul nama Bayung Gede karena menurut para tetua desa, Bayung Gede memang sudah ada seperti saat ini. Namun lain halnya menurut Thomas A Reuters dalam bukunya Custodians of The Sacred Mountains: Budaya dan Masyarakat di Pegunungan Bali (Yayasan Obor Indonesia, 2005) menyebut Bayung Gede merupakan desa kuno yang menjadi induk dari sejumlah desa-desa kuno lainnya di Bangli seperti Penglipuran, Sekardadi, Bonyoh dan beberapa desa lainnya.
Tidak hanya itu, Desa Bayung Gede memiliki tradisi unik dalam hal menguburkan ari-ari (tali pusar) bayi yang baru lahir. Jika pada umumnya tali pusar bayi ditanam di tanah, di desa ini ditempatkan di batok kelapa dan digantungkan di pohon pada “setra” (kuburan) khusus yang terletak di belakang desa dan tradisi menaruh ari-ari di dalam batok kelapa ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Hal inilah yang akan di bahas dalam makalah ini.





BAB II
PEMBAHASAN
Setra Ari-ari
Setra atau kuburan yang biasa digunakan sebagai tempat untuk mengubur mayat, tetapi setra ari-ari ini adalah kuburan khusus yang dibuat untuk mengubur ari-ari namun ari-ari tersebut tidak dikubur dalam tanah melainkan di gantung pada pohon besar bernama pohon kayu Bungkak. Pohon Bungkak ini satu-satunya di Bali yang hanya terdapat di Desa Bayung Gede. Pohon Bungkak ini tingginya mencapai hingga mencapai 3 meter, yang memiliki buah berwarna kuning seperti jeruk namun tidak ada yang berani untuk mengambil buah tersebut dikarenakan buahnya yang dianggap sacral dan tidak boleh untuk dikonsumsi, selain itu gatah dari pohon Bungkak tersebut yang sangat lengket menyebabkan warga takut untuk menyentuhnya karena fetah dari pohon bungkak tersebut mampu meresap kedalam daging, fungsi dari pohon Bungkak ini mampu menyerap bau yang ditimbulkan oleh ari-ari sehingga tidak berbau lagi. Luas dari Setra Ari-ari tersebut adalah 20 are. Sebenarnya asal-usul mengapa ari-ari tersebut tidak dikubur dalam tanah belum diketahui pasti oleh penduduk Bayung Gede tersebut, karena hal ini sudah dilakukan dari ratusan tahun yang lalu oleh para leluhur mereka.
Singkat cerita mengapa ari-ari tersebut diletakkan dalam batok kelapa dan digantung pada pohon Bungkak itu karena pada jaman dahulu terdapat seseorang yang disembah dan dipuja oleh masyarakat Desa Bayung Gede yaitu Ida Dukuh dengan pengikutnya sebanyak 11 orang dan dengan berjalannya waktu pengukut dari Ida Dukuh berkembang menjadi ratusan orang. Dan Ida Dukuh yang mengajarkan ajaran-ajaran tentang kebudayaan Desa Bayung Gede termasuk mengajarkan cara penguburan ari-ari yang dilakukan dengan mengantungkannya pada pohon bungkak agar dilingkungan Desa Bayung Gede tetap bersih dah suci dari segala kotoran.
Cara Penguburan Ari-ari
Cara penguburan ari-ari yang diletakkan dalam batok kelapa dan digantung pada pohon Bungkak tersebut unik. Waktu yang digunakan untuk penguburan tersebut adalah pada pagi dan sore hari, tidak boleh saat matahari terbit. Sebelum ari-ari dimasukkan dalam batok kelapa terlebih dahulu dibersihkan dan diberi bumbu hangat seperti jahe, dan merica. Batok kelapa diberi nama terlebih dahulu, agar setra mengetahui nama dari pemilik Batok tersebut agar tidak ada terjadinya benturan nama. Setelah itu diikat dengan tali berbentuk salang tabu (bentuk tambah) dan dibawa dengan tangan kiri, sedang tangan kanan membawa arit yang gunakan untuk memotong batang yang bercabang dan langsung meletakkan batok kelapa tersebut pada pohon Bungkak tersebut. Kemudian tangan kiri mengambil rumput paku dan tidak boleh menoleh kebelakang kembali.  
Nilai Sosial
Nilai sosial yang terkandung dalam setra ari-ari tersebut yaitu agar tidak mengganggu keamanan rumah di Desa Bayung Gede. Selain itu mampu menyatukan masyarakat Desa Bayung Gede untuk mengubur ari-ari dalam satu tempat yang disebut setra ari-ari.
Nilai Budaya
Setra ari-ari hanyalah budaya yang terdapat di Desa Bayung Gede yang bertujuan agar lingkungan di desa menjadi bersih dan suci dari segala kotoran.
Nilai Ekonominya
Jika dilihat dari nilai ekonominya dengan adanya setra ari-ari tersebut dapat meringankan upacara-upacara untuk sesajen ari-ari. Keuntungannya sajen yang dibuat tidaklah terlalu mahal dari sajen-sajen biasanya dan dapat dibuat dari rumah.
Kearifan Lokal
Kearifan lokal dari setra ari-ari tersebut dapat membuat lingkungan menjadi bersih sehingga ari-ari dibuatkan tempat khusus untuk penguburan ari-ari yang diletakkan didalam batok kelapa dan digantung dipohon Bungkak, sehingga saat adanya upacara-upacara agama rumah tetap bersih, suci dan tidak ada gangguan apapun.
           

BAB III
KESIMPULAN
Kabupaten Bangli kaya dengan desa-desa kuno. Desa-desa yang umumnya penganut kebudayaan Bali Aga atau Bali Mula itu cukup banyak tersebar di daerah Kintamani. Di sekitar daerah yang berhawa sejuk itu pula ditemukan banyak tinggalan-tinggalan kuno yang memberikan gambaran kehidupan masyarakat Bali di masa silam. Ada dugaan, daerah Kintamani dulu pernah menjadi pusat kerajaan Bali Kuno. Salah satu Desa Kuno yang cukup penting di kawasan Kintamani yakni Bayung Gede. Desa Bayung Gede memiliki tradisi unik dalam hal menguburkan ari-ari (tali pusar) bayi yang baru lahir. Jika pada umumnya tali pusar bayi ditanam di tanah, di desa ini ditempatkan di batok kelapa dan digantungkan di pohon pada “setra” (kuburan) khusus yang terletak di belakang desa dan tradisi menaruh ari-ari di dalam batok kelapa ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.

Daftar Pustaka

0 komentar:

Posting Komentar